Jikalau Tuhan memberi kita hak untuk
menjadi orang tua atau guru dari seseorang, kita harus sadar bahwa kita
sedang dijadikan seorang arsitek jiwa bagi orang lain. Kita harus
merencanakan bagaimana menjadikan mereka menjadi orang-orang yang akan
dibentuk.
Ketika seseorang masih kanak-kanak, ia memiliki
kemungkinan yang sangat besar untuk dibentuk. Mereka cepat meniru orang
lain, khususnya orang-orang yang mereka kagumi. Jikalau seorang anak
menemukan orang yang ia kagumi, tidak lama kemudian semua gerak-geriknya
akan sama seperti orang yang dikagumi itu.
Pada usia 8 tahun,
saya memunyai seorang guru sekolah minggu yang sangat baik, begitu
mencintai Tuhan, dan begitu mengenal anak-anak didiknya. Saya sangat
mengagumi dia. Ia seorang guru perempuan, padahal saya laki-laki. Tanpa
sadar, saya mulai mengikuti gerak-geriknya. Bahkan, ketika guru itu
bibirnya sedikit miring, maka bibir saya ikut-ikut miring. Kekaguman
akan membuat kita ingin meniru atau menjadi imitasinya, dan mau
meneladani dia. Itu sebabnya, Anda harus memerhatikan kalimat ini:
"Pendidik harus memunyai satu pribadi yang boleh menjadi seorang
pendidik". Ini kriteria yang sangat penting. Sebagai seorang pendidik,
kita sedang membangun pribadi seseorang menurut pribadinya sendiri.
Kalau seorang pendidik memiliki kepribadian yang belum beres, atau tidak
sesuai dengan kedudukan dan kewajiban sebagai pendidik, maka pribadinya
yang tidak baik akan merusak orang lain, sekalipun ia memiliki teori
pendidikan yang sangat baik, yang terus-menerus keluar dari mulutnya.
Jika
kita menjadi pendidik, biarlah kita mengingat suatu konsep dasar bahwa
pendidikan harus dimulai dengan mendidik pribadi. Pendidikan bukan
penyalur pengetahuan. Pendidikan juga bukan merupakan salah satu di
antara sekian banyak profesi, untuk kita menyelesaikan problema nafkah
hidup kita sendiri. Pendidikan adalah pembentukan karakter, maka
pendidik sendiri harus memunyai karakter yang bertanggung jawab. Dasar
ini merupakan dasar yang sangat penting. Sejarah sebenarnya merupakan
ekstensi dari bayang-bayang karakter-karakter yang agung, yang muncul di
dalam sejarah manusia. Sejarah suatu suku, suatu bangsa, atau suatu
bidang akademik, sebenarnya merupakan ekstensi gerak-gerik dari
bayang-bayang beberapa karakter yang agung. Jika di dalam sejarah tidak
ada pribadi-pribadi yang begitu agung dan bersifat memengaruhi, maka
tidak ada sejarah yang bisa dicatat bagi kita. Tidak ada seseorang yang
sekarang mempergunjingkan berapa gaji yang diterima oleh Socrates ketika
hidup, atau kemungkinan banyaknya dan harganya pertambangan yang bisa
dijual secara internasional. Orang tidak terlalu menghiraukan hal itu,
tetapi orang akan memikirkan siapa orang yang berpribadi agung, yang
memberikan kontribusi agung bagi zamannya dan bagi zaman yang akan
datang.
Sejarah memunyai bayang-bayang yang berkesinambungan,
dari gerak-gerik yang dipengaruhi oleh karakter-karakter yang agung.
Pada waktu kita menelusuri sejarah kembali, maka karakter-karakter agung
yang pernah muncul dalam sejarah, segera masuk ke dalam bayang-bayang
kita. Ketika kita memikirkan Socrates, Beethoven, Abraham Lincoln, atau
yang lain, kita akan langsung melihat sumbangsih mereka. Semua ini
menunjukkan bahwa sejarah dibentuk oleh pribadi-pribadi yang
berpengaruh, yaitu pribadi-pribadi yang memiliki potensi dan sekaligus
kebahayaan, yang bersama-sama bertumbuh dan berada di dalam hidup
seseorang. Ketika kita memikirkan tentang Jerman, kita langsung
memikirkan orang-orang yang penting, seperti Beethoven, Hegel, Goethe,
Schiller, termasuk Hitler. Karakter-karakter tertentu akan menjadi
simbol dari suatu bangsa, budaya, atau suatu sistem akademis tertentu.
Maka semua yang kita pikirkan akan dipengaruhi oleh beberapa karakter
itu. Demikian juga ketika kita membicarakan sejarah kekristenan, selain
kita memikirkan Kristus, kita juga memikirkan Paulus, Timotius,
Agustinus, Polycarpus, Luther, Calvin, B.B. Warfield, Billy Graham, dan
lain-lain. Karakter-karakter Kristen yang telah memberikan sumbangsih
bernilai di dalam sejarah, kita ingat dan kita pelajari, sehingga
menjadi teladan bagi kita. Itu sebab pembentukan karakter sangat penting
dalam pendidikan. Setiap orang tua, guru Kristen di sekolah, guru
sekolah minggu, atau guru pribadi, adalah orang-orang yang diberi hak
yang sangat besar oleh Tuhan, untuk mendidik karakter-karakter yang
diberikan kepadanya. Inilah suatu hak istimewa yang sangat besar.
Mewakili Tuhan yang mengutus saya, dengan sungguh-sungguh saya berkata:
"Hormatilah diri Anda sebagai guru."
Jikalau Anda secara
sembarangan menjadi guru, tanpa pengabdian, tanpa komitmen, dan tidak
mengetahui berapa besar kemungkinan sumbangsih Anda kepada masyarakat,
bangsa, sejarah, kebudayaan, dan gereja, atau sebaliknya Anda tidak
menyadari berapa besar pengrusakan yang akan Anda akibatkan melalui
pendidikan yang salah, maka sekali lagi dengan amat sangat saya meminta
kepada Anda untuk menghormati hak yang ada pada Anda, kedudukan Anda
sebagai guru anak-anak. Allah telah memberikan yang paling berharga
kepada Anda. Bukan emas atau perak atau hal-hal yang lain, tetapi
menyerahkan anak-anak manusia, yang dicipta menurut peta dan teladan-Nya
sendiri, yang memunyai pribadi-pribadi yang tidak pernah terulang dan
tidak mungkin diganti. Bagaimanakah Saudara mendidik mereka?
Ketika
seorang ayah sedang berjalan menuju ke tempat seorang pelacur di malam
hari, ia beranggapan tidak ada yang mengetahui kepergiannya. Ketika
hampir tiba di rumah pelacur itu, pada saat ia melihat ke belakang, ia
melihat anak laki-lakinya mengikutinya dari belakangnya. Ia memarahi
anaknya dan mengusir anaknya pulang. Ia masih ingin memakai wibawanya
sebagai ayah. Tetapi anaknya hanya tertawa dan mengatakan bahwa ia sudah
mengikuti ayahnya selama dua bulan. Ia berkata: "Saya baru tahu bahwa
ayah yang begitu galak ternyata tidak beres." Mulai hari itu, dengan
kuasa apakah ayah seperti itu bisa mengatakan apa yang boleh atau apa
yang tidak boleh dilakukan anaknya?
Orang tidak mungkin tidak
menghormati Anda, kecuali Anda sendiri tidak menghormati diri Anda
sendiri terlebih dahulu. Kalau boleh saya meminta dengan sangat kepada
para orang tua, para guru, hiduplah secara beres, demi hidup anak-anak
Anda dan anak-anak didik Anda. Hargailah diri Anda yang menjadi guru
orang lain. Hargailah hak Anda untuk menjadi ayah dan ibu orang lain.
Masih ingatkah, ketika kecil kita menyebut "ayah" atau "ibu" dengan
begitu hormat? Jika ada anjing mau menggigit kita, kita tidak lari
mencari polisi, kita mencari ibu, meskipun anjing itu lebih besar dari
ibu, kita tetap yakin ibu bisa memberikan pengharapan bagi kita, ibu
pasti akan menyelesaikan problema kita. Hargailah diri Anda, karena Anda
sedang menggarap diri orang lain.
Salah satu hal yang paling
besar di dalam diri dan hidup kita adalah: pengaruh pribadi kepada
pribadi. Pengaruh pribadi kepada pribadi ini kurang dibahas di dalam
bidang-bidang ilmu yang sedang berkembang pesat saat ini. Di situlah
Tuhan memberikan sesuatu kemungkinan melalui apa yang Anda lihat dan
ketahui, Anda dapat dididik dengan apa yang tidak kelihatan. Hal seperti
ini sangat tegas di dalam Alkitab. Paulus menegaskan bahwa setiap orang
yang bisa dipelajari dan menjadi teladan bagi hidup kita, harus
diperhatikan sampai ke titik akhir hidup mereka. Paulus menuntut untuk
jemaat saling melihat, apakah yang mereka lakukan seumur hidup mereka
cukup konsisten. Jikalau seseorang mengajar sesuatu sedemikian muluk,
tetapi kemudian apa yang ia lakukan sama sekali berlawanan dengan apa
yang ia ajarkan, itu hanya ucapan kosong belaka. Tetapi, jika seseorang
melayani Tuhan selama berpuluh-puluh tahun dengan semangat yang sama,
sungguh-sungguh berkorban, sungguh-sungguh berjerih lelah untuk orang
lain, dan sungguh-sungguh mengabdi kepada Tuhan, maka ia adalah orang
yang patut dihormati. Ia sungguh-sungguh seorang hamba Tuhan, dan ia
sungguh-sungguh boleh menjadi guru. Saya berharap, agar ketika anak-anak
saya bertumbuh menjadi dewasa, mereka tetap dapat menganggap saya
sebagai ayah yang dapat mendidik mereka dengan baik. Demikian juga, saya
berharap agar murid-murid saya, ketika mereka telah menjadi
pendidik-pendidik, mereka tetap bisa mengaku bahwa saya bisa mendidik
mereka. Saya berharap setiap Anda juga memunyai tekad yang sama seperti
saya, tetap konsisten dan berkesinambungan semangatnya dari awal sampai
akhir, seperti Paulus berkata: "Lihatlah titik akhir orang-orang itu."
Dalam
peribahasa Tionghoa dikatakan: "Setelah peti mati itu ditutup, barulah
terjadi kritik atau pujian yang betul-betul adil." Sebelum seseorang
meninggal, jangan terus-menerus dipuji, karena mungkin ia akan jatuh di
titik akhirnya. Sebelum ia meninggal, juga jangan terus-menerus
dikritik, karena mungkin sebelum meninggal ia bisa bertobat dan menjadi
lebih baik dari pengkritiknya. Itu berarti masalah kesinambungan waktu
menjadi suatu saksi yang setia. "Time ia the most faithful witness to
your personality." Itu sebabnya, satu peribahasa kuno mengatakan, bahwa
untuk mengerti kuda yang baik, bukan dengan melihat tubuhnya saja,
tetapi dengan melihat kuda itu berlari jauh. Jalan yang panjang akan
menguji kekuatan kuda. Hari dan tahun-tahun yang lama akan menguji
kesetiaan kawan.
Kita harus menghormati diri kita, menghormati
pekerjaan yang diberikan oleh Tuhan, menghormati profesi sebagai
pendidik yang begitu berharga yang dimandatkan oleh Tuhan kepada kita.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar