Senin, 10 September 2012

Bertumbuh dalam Anugerah

 "Apa yang dipelajari seorang anak tentang Alkitab selama masa sekolah menunjang adanya hubungan dengan Allah selanjutnya."

Waktu Untuk Bertumbuh
Erik H. Erikson, dalam bukunya "Childhood and Society", menyebutkan bahwa usia anak antara 6/7 sampai 12 tahun sebagai masa "kesibukan versus perasaan rendah diri". Suatu masa ketika anak-anak belajar menarik perhatian orang pada dirinya dengan menghasilkan sesuatu. Di sekolah, mereka belajar keterampilan dasar baik akademis maupun sosial supaya berhasil di dalam masyarakat. Secara rohani, mereka mulai mengenal pokok inti iman mereka. Hati nurani mulai dewasa. Pengertian akan dosa dan pengampunan bertumbuh. Peraturan-peraturan mulai menjadi penting dalam upacara-upacara ibadah dan permainan.

Sekarang, anak sudah dapat membedakan antara Allah dan orang tua (atau orang dewasa lainnya). Mereka mungkin membedakan juga antara Allah Bapa dan Tuhan Yesus. Pola berpikir anak usia sekolah masih konkret, namun mereka mulai menggunakan konsep abstrak untuk menggambarkan Allah. Dorothy Marlow, dalam bukunya "Textbook of Pediatric Nursing", mendalilkan bahwa "barangkali prestasi seorang anak yang paling tinggi dalam pemikiran secara abstrak adalah saat ia mulai menaruh minat terhadap konsep mengenai kuasa yang lebih besar daripada dirinya atau orang tuanya, yaitu kuasa Allah."

Anak pada usia ini memunyai keinginan yang besar untuk belajar tentang Allah dan surga. Mereka suka memanjatkan doa-doa yang umum pada waktu menjelang tidur dan makan. Sebagian anak mengira bahwa binatang juga dapat berdoa dan berharap agar binatang peliharaan mereka dapat "melipat tangan" bila berdoa. Mereka menikmati cerita Alkitab, meskipun kemampuan mereka untuk berpikir tentang konsep-konsep dan memahami analogi masih terbatas. Perumpamaan alkitabiah yang menuntut prinsip-prinsip penerapan dalam kehidupan sehari-hari sangat sukar.

Sebagai contoh, Tomi (7 tahun), diminta untuk menggambar cerita Alkitab kesukaannya. Ketika ia diminta untuk menerangkan gambarnya, ia berkata, "Cerita ini mengisahkan tentang tentara yang murah hati. Orang ini (menunjuk gambar orang yang berlumuran darah) baru dirampok. Orang ini (menunjuk gambar orang yang sedang berjalan ke bukit di sebelahnya) adalah seorang pendeta. Ia harus pergi ke gereja, maka ia tidak dapat berhenti untuk menolong orang yang dirampok itu. Orang yang ini (menunjuk gambar orang yang berpakaian hijau jauh di sebelah kanan) adalah anggota paduan suara di gereja.
Ia juga harus cepat-cepat ke gereja. Orang-orang ini (menunjuk gambar orang-orang yang di dalam helikopter, di dalam jet, dan di darat, dengan balon teks berbunyi "Tenang! Semua akan beres!") adalah para tentara yang baik hati. Mereka datang untuk menolong." (lihat Lukas 10:29-37). Ketika ditanya apa arti cerita dalam kitab Lukas itu, Tomi menjelaskan bahwa "Tentara selalu baik hati".
Kenyataan bahwa ayahnya adalah seorang perwira Angkatan Darat mungkin telah memengaruhi pemikirannya sehingga sudah identik bahwa semua tentara adalah baik hati.

  Anak-anak usia sekolah berpikir secara harfiah. Konsep-konsep rohani
  dinyatakan secara materialistis dan secara fisik. Anak-anak menerima
  kata-kata kiasan menurut arti harfiah kata itu sendiri. Mereka
  percaya kepada Allah, neraka, dan surga dalam arti harfiah. Surga
  dan neraka memesonakan mereka. Kombinasi hati nurani yang sedang
  berkembang dan perhatian tentang peraturan-peraturan mungkin
  menyebabkan perasaan bersalah yang terus mengganggu dan takut akan
  masuk neraka. Peter(6 tahun) mendengarkan dengan cermat sebuah
  pelajaran sekolah minggu tentang Tuhan Yesus yang sedang
  mempersiapkan sebuah tempat bagi kita di surga. Lalu ia mengangkat
  tangannya dan bertanya, "Bagaimana jika kita tidak sampai ke sana?"
  Tampaknya ia puas dengan penjelasan guru tentang jalan yang
  disediakan Allah bagi keselamatan kita, dan merasa lega atas
  keyakinan yang diterimanya.

  Usia Sekolah Dasar Bagian Pertengahan dan Akhir

  Ketika anak-anak mendekati usia sekolah dasar bagian pertengahan
  (8 -- 9 tahun), mereka memperlihatkan bukan hanya hati nurani yang
  sedang bertumbuh, melainkan juga pengertian yang bertumbuh tentang
  pengampunan atas suatu kesalahan.

  Marti (8 tahun) menggambarkan Allah sebagai "seorang yang bisa
  diajak bicara bila kita melakukan perbuatan yang salah".

  Anak-anak berusia 8 -- 9 tahun mulai berhubungan dengan Allah secara
  pribadi melalui doa yang spontan. Doa-doa mereka biasanya bersifat
  egosentrik, berupa permohonan kepada Allah untuk menolong dirinya,
  atau berterima kasih atas orang-orang dan hal-hal yang mereka sukai.
  Meskipun pengharapan yang bersifat mukjizat masih tetap ada, mereka
  mulai menyadari bahwa Allah tidak selalu melakukan apa yang mereka
  minta. Kemampuan untuk memakai pertimbangan sudah bertambah dan
  biasanya membuat mereka berpikir secara rasional bahwa tidak setiap
  orang dilayani secara lengkap dengan segera, maka mereka tidak
  terlalu cemas lagi mengenai doa-doa yang tampaknya tidak dijawab.

  Memasuki usia sekolah dasar bagian akhir (usia 10 -- 12 tahun),
  anak-anak mulai menilai tingkah laku mereka sendiri dan tingkah laku
  orang lain menurut standar tertentu. Biasanya standar-standar yang
  dipelajari di rumah menjadi dasar penilaian mereka. Mereka juga
  mulai berpikir tentang kaitan iman dengan kehidupan, dan dapat
  membahas serta menjelaskan apa yang mereka percayai. Mereka bahkan
  mulai menilai sampai di mana berlakunya apa yang telah diajarkan
  kepada mereka.

  Susana (10 tahun) ditanya bagaimana perasaannya bila seseorang
  berbicara tentang Allah. Ia menjawab, "Aneh sekali, karena saya
  memunyai seorang teman yang banyak berbicara tentang Allah, namun ia
  sangat licik." Ia mengartikan dosa, sebagai "suatu perbuatan yang
  salah dan kita tahu salah apabila kita melakukannya". Ketika ditanya
  apa yang terjadi bila seseorang mati, ia menjawab, "Jiwanya akan
  pergi ke suatu tempat -- tidak ada tempat yang disebut neraka. Jika
  kita anak-anak Allah, mana mungkin Ia akan mengirim kita ke sana?"

  Apa yang dipelajari seorang anak tentang Alkitab selama masa sekolah
  menunjang hubungannya dengan Allah selanjutnya. Sekalipun anak
  berusia delapan tahun, dan mungkin ia tidak mengerti semua implikasi
  dari apa yang dibacanya dan didengarnya, namun cerita Alkitab
  digemari dan dikenal, sebab ia mempelajarinya dalam suasana kasih
  dan perasaan diterima. Ketakutan akan timbulnya salah tafsir
  semestinya jangan mencegah kita untuk mengajarkan Alkitab kepadanya.
  Hubungannya dengan Allah harus bersifat dinamis, pribadi, dan
  bertumbuh terus. Salah tafsir akan makin berkurang sembari ia
  menjadi dewasa.

  Selanjutnya, bagian dari keindahan Kitab Suci adalah bahwa Kitab
  Suci dapat dipahami dalam berbagai tahap pengertian. Seorang anak
  yang tidak memunyai konsep tentang murka Allah terhadap kejahatan
  mungkin masih dapat mengerti bahwa Allah mengasihi binatang,
  sehingga Ia menyelamatkan mereka dari air bah. Tomi, yang
  mengisahkan tentang "Tentara yang baik hati", mungkin sebenarnya
  telah mengambil langkah pertama dalam hal menerapkan perumpamaan
  tersebut, karena ia menyadari bahwa "orang-orang yang baik hati itu
  menolong orang-orang yang membutuhkan pertolongan, sekalipun
  pendapatnya itu mungkin sedikit berlebihan dengan menyatakan bahwa
  "Tentara pasti orang-orang yang baik hati".

  Kebanyakan anak melihat Allah sebagai sang "pemberi peraturan" yang
  tinggal di surga, juga sebagai "penolong" dan "teman". Mereka juga
  melihat orang dewasa sebagai pemberi peraturan. Seorang anak usia
  sekolah menaati peraturan secara lugu, merasa dikasihi dan terjamin
  bila ia tahu batas-batas yang tegas bagi tingkah lakunya (sekalipun
  ia mungkin tidak selalu patuh). Anugerah Allah merupakan sebuah
  konsep yang sukar dan mustahil dimengerti bagi anak-anak usia
  sekolah. Meskipun mungkin mereka minta maaf dan menerima
  pengampunan, kecenderungan mereka yang wajar ialah melakukan sesuatu
  sebagai ganti rugi atas kesalahan mereka yang disadari, dengan
  tujuan memulihkan hubungan yang telah rusak. Kesalahan yang tidak
  disadari dengan jelas biasanya menyebabkan suatu perasaan bersalah
  yang mengganggu.

  Dengan bertambahnya kemampuan berpikir seseorang, bertambah pula
  usaha untuk menghilangkan rasa bersalah. Anak-anak usia sekolah
  menginginkan dan mengharapkan hukuman atas perbuatan mereka yang
  salah. Anak-anak yang lebih kecil, jika diberi kesempatan untuk
  memilih sendiri hukuman mereka, akan memilih hukuman yang paling
  menyakiti dirinya. Anak-anak yang lebih benar cenderung memilih
  hukuman yang berkaitan dengan penghinaan, misalnya mengembalikan
  barang yang dicuri dan meminta maaf. Mereka mungkin juga mulai
  memberi respons terhadap ganjaran bagi tingkah laku yang baik lebih
  daripada terhadap ancaman hukuman atas ketidaktaatan.

  Meskipun Marti (10 tahun), dapat menyatakan dengan tegas bahwa ia
  tahu Tuhan Yesus adalah sahabatnya karena Ia mati di salib untuk
  dosa-dosanya, ia mungkin tidak menyadari maksud sepenuhnya dari
  pengakuannya itu sampai tahap akhir masa remaja atau awal
  kedewasaan. Pandangannya tentang dosa masih didasarkan pada
  pelanggaran yang dilakukannya sendiri terhadap peraturan-peraturan.
  Ia tidak memunyai pengertian yang sesungguhnya akan masalah
  kejahatan di dunia dan bagaimana dosa memisahkan kita dari Allah. Ia
  dapat mengenali kenakalannya sendiri, namun ia tidak melihat
  hubungan antara kenakalannya dengan para pencuri dan dengan para
  pembunuh, yang dianggapnya "orang-orang yang benar-benar jahat."

  Diambil dan disunting dari:
  Judul artikel: Bertumbuh Dalam Anugerah: Anak Usia Sekolah
  Judul buku: Kebutuhan Rohani Anak
  Judul buku asli: The Spiritual Needs of Children
  Penulis: Judith Allen Shelly
  Penerjemah: Dra. Tan Giok Lie
  Penerbit: Yayasan Kalam Hidup, Bandung
  Halaman: 44 -- 50

Tidak ada komentar:

Posting Komentar