Rabu, 16 Oktober 2013

Menjawab Pertanyaan Anak (III)

Respons kita, baik pelayan anak maupun orang tua, terhadap pertanyaan anak menentukan perkembangan anak di tahap selanjutnya. Jika kita merespons dengan tidak baik/mengabaikan/mengalihkan pertanyaannya, anak-anak akan menjadi malas bertanya dan perkembangan kreativitasnya akan berkurang. Lalu, bagaimana cara pelayan anak/orang tua dalam merespons anak yang mempunyai banyak pertanyaan, bahkan untuk hal yang sepele sekalipun? 

CARA CERDIK MENJAWAB PERTANYAAN ANAK

Respons positif orang tua atas pertanyaan si kecil sangat membantu proses berpikir dan tingkat pemahamannya.

"Bu, mengapa burung bisa terbang? Kok pohon berbuah sih? Apa nama kendaraan beroda tiga itu?"

Si prasekolah terkadang membuat pusing dengan berbagai pertanyaannya yang tak kenal waktu. Kalau sudah kehabisan akal, tak jarang orang tua berujar, "Aduh, bawel amat sih!" Atau pertanyaannya yang dianggap sepele atau tak logis ditanggapi dengan jawaban asal-asalan. "Pohon berbuah? Ya ... memang dari sana sudah begitu. Sudah, ah, Papa mau membaca koran lagi!"

Tentu respons orang tua yang asal-asalan amat tidak disarankan. Tindakan yang paling bijak adalah dengan menanggapi apa pun pertanyaan anak, yang sepele sekalipun, secara positif. Respons yang baik akan membantu proses berpikir dan pemahaman si prasekolah kelak. Juga tak masalah jika ia ternyata masih belum puas dengan jawaban yang diberikan, lantas bertanya lagi, lagi, dan lagi. Orang tualah yang mesti siap menghadapi "gempuran" pertanyaan itu. Misalnya, dengan lebih rajin membaca buku agar wawasan dan pengetahuan kita makin bertambah.

Menunjukkan Minat

Mengapa di usia prasekolah anak sangat gemar bertanya? Ada beberapa alasan yang menyertainya, antara lain:

a. Menunjukkan minat.

Ragam pertanyaan anak dapat menunjukkan minatnya pada peristiwa atau pemandangan di sekitarnya. Contoh, si prasekolah bertanya, "Mengapa ayam yang tadinya satu bisa bertambah jadi tiga?" Atau "Ada berapa banyak mobil yang sedang parkir itu?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini merupakan pertanda anak memiliki minat di bidang matematika/logika.

b. Belum paham.

Keingintahuan yang belum terpenuhi akan membuat anak terus bertanya sampai ia mendapatkan titik terang. Kalau orang tua merasa sudah pernah menjawab, tetapi anak tetap melontarkan pertanyaan yang sama, jangan-jangan ia belum memahami penjelasan yang diberikan.

c. Cari perhatian.

Kalau si kecil selalu mengajukan pertanyaan yang sama, padahal orang tua juga sudah berkali-kali menjelaskan, bisa jadi ia sedang cari perhatian. Segera cari penyebabnya. Mungkin lantaran si kecil merasa diabaikan karena orang tua tidak menemaninya bermain, orang tua kelewat sibuk dengan pekerjaan, atau ia merasa dibedakan dengan kakak atau adiknya. Agar terus mendapat perhatian dari ayah dan ibunya, si kecil terus menanyakan hal yang sama. Cara ini pun kerap dipakai oleh anak-anak yang sebetulnya tidak kurang perhatian. Namun, ketika perhatian untuknya teralihkan, anak berusaha mendapatkannya kembali dengan berbagai cara, termasuk banyak bertanya. Oleh karena itu, lakukan kontak mata saat berkomunikasi agar anak merasa tetap diperhatikan dan dihargai.

Kiat Menjawab

Si kecil sebenarnya tak begitu membutuhkan jawaban panjang lebar, apalagi dengan bahasa yang kurang "membumi" karena masih terlalu abstrak di telinga anak. Agar si prasekolah bisa langsung paham jawaban Anda, berikut ini kiatnya.

Hindari penjelasan yang berbelit-belit karena yang dibutuhkan si kecil adalah jawaban dan penjelasan sederhana dengan bahasa yang sesuai kemampuan berpikirnya. Jika masih ragu-ragu dengan jawaban yang akan diberikan, jangan bersikap "sok tahu". Alih-alih mendapat jawaban yang tepat, anak justru menelan informasi yang ternyata salah. Singkat kata, orang tua harus jujur atau terus terang kalau tak bisa menjawab.

Ajak anak untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya yang sulit. Misalnya, dengan mengajak anak membuka ensiklopedia atau mencari orang yang kira-kira bisa menjawab pertanyaannya. "Yuk kita tanya kakek, mungkin beliau tahu." Atau, "Bagaimana kalau kita besok tanyakan kepada ibu guru? Siapa tahu ibu guru bisa jawab." Kelak si kecil juga belajar bahwa jika mendapati masalah, dia akan mencari orang yang bisa membantunya memecahkan masalah yang dihadapi atau membacanya dari berbagai buku/literatur.

Ajak anak belajar menganalisis hubungan sebab-akibat. Misalnya, ketika anak bertanya, "Ma, mengapa orang naik kuda? Mengapa enggak jalan kaki saja 'kan punya kaki." Cobalah memancing daya analisis si kecil dengan balik bertanya, "Coba menurut kamu lebih cepat mana orang sampai ke tujuannya, apakah naik kuda atau jalan kaki?" Upaya membalikkan pertanyaan juga merangsang anak untuk menemukan sendiri jawabannya. "Ayo, menurut Kakak mengapa orang naik kuda?".

Untuk menjawab pertanyaan "mengapa" sebaiknya orang tua jangan langsung menjawab. Biarkan dia berpikir mencari jawabannya. Maklumi jika jawabannya masih sangat sederhana karena memang kemampuan berpikirnya masih terbatas. Dalam hal ini, orang tua berperan menambahkan atau menjelaskan sesuatu lebih jelas lagi agar pengetahuan dan wawasan si kecil makin bertambah. Misalnya, "Mengapa burung bisa terbang? Karena punya sayap. Nah, burung-burung yang kamu lihat itu terbang untuk mencari makanan yang ada di pohon-pohon dan juga di tanah. Burung membuat sarangnya di pohon, lho."

Si Pendiam

Tak semua anak usia prasekolah banyak melontarkan pertanyaan. Beberapa di antaranya lebih memilih banyak diam. Kalau ditelusuri, ada beberapa hal yang melatarbelakangi perilaku seperti itu:

a. Pendiam

Anak tak suka bertanya karena memang ia tipe pendiam; tak terbiasa mengemukakan isi pikirannya dan apa saja yang diinginkannya. Mungkin juga karena kedua orang tuanya pendiam dan jarang mengajaknya berkomunikasi atau berdialog. Harap diingat, anak adalah peniru ulung. Jikalau orang tua tak banyak bicara, anak pun bisa setali tiga uang.

b. Kemampuan terbatas.

Dengan kata lain, perkembangan si kecil mengalami keterlambatan sehingga kemampuan bicaranya juga terlambat.

c. Dianggap sepele dan dimarahi.

Orang tua yang tak pernah memberikan kesempatan kepada si kecil untuk banyak bertanya dapat menyebabkan anak jadi lebih memilih diam. Misalnya, setiap pertanyaan anak tak pernah dijawab. Entah karena dianggap sepele atau pertanyaannya sulit dijawab. Misalnya, "Aduh, Papa lagi sibuk nih, tanya-tanya terus sih. Sana main di luar." Atau misalnya, si anak malah disuruh tanya pada ibunya. "Tanya saja sama ibu. Ayah masih kerja enggak boleh diganggu!"

Akibatnya, anak bingung tak punya tempat bertanya. Minatnya untuk bertanya pun pupus di tengah jalan. Dia beranggapan untuk apa bertanya bila malah dimarahi. Di sekolah pun, dia jadi jarang bertanya. Anak tumbuh menjadi pribadi yang pasif dan tak percaya diri. Kalau bertanya takut disalahkan atau khawatir ditertawakan. Dampak lebih jauh, kemampuan berpikir dan daya nalar si kecil jadi tak berkembang optimal. Sayang, bukan?

Pertanda Kritis, Cerdas, dan Kreatif

Konon, anak yang banyak bertanya menandakan kalau ia kritis, cerdas, dan kreatif. Memang hal itu tidak secara langsung berkaitan. Sebagai ilustrasi, anak yang kritis, cerdas, ataupun kreatif, umumnya mempertanyakan sesuatu yang butuh jawaban panjang lebar. Misalnya, pertanyaan yang dimulai dengan "mengapa". Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa indikator kritis, cerdas, ataupun kreatif, tak cuma dapat dinilai dari satu aspek itu saja. Ada berbagai hal lain yang patut dijadikan pertimbangan dalam mengategorikan seorang anak cerdas, kritis, atau kreatif. Yang pasti, setiap anak memiliki kecerdasan majemuk. Kecerdasan mana yang paling menonjol tentu masing-masing berbeda.

Untuk Anak Berkebutuhan Khusus

Anak-anak berkebutuhan khusus, misalnya autis, ADHD, down syndrome, dan sebagainya terkadang juga menanyakan sesuatu. Namun, tidak mengarah pada pertanyaan yang bersifat sebab-akibat, tetapi lebih pada pertanyaan "apa" atau "di mana". Selain itu, anak berkebutuhan khusus sering mengulang pertanyaan yang sebenarnya sudah pernah dijawab. Ada kalanya anak-anak ini pasif atau tidak mengajukan pertanyaan apa pun. Untuk itu, orang tua dan terapis biasanya mendorong anak tersebut untuk bertanya. Misalnya, "Tumben diantar sama papa? Mama ke mana?" Kemudian, anak-anak ini juga dilatih untuk bisa menjawab tidak sekadar bertanya. Memang membutuhkan kesabaran yang lebih dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.

Diambil dan disunting dari:
Nama situs: LPT Cindo
Alamat URL: http://www.lptcindo.com/tips-psikologi/item/26-trik-cerdik-jawab-pertanyaan-anak.html
Judul asli artikel: Trik Cerdik Jawab Pertanyaan Anak
Penulis: Tidak dicantumkan

Senin, 14 Oktober 2013

Perkembangan Iman Anak (I)

Perkembangan selalu berbicara tentang perubahan dan peningkatan. Sebagai pelayan anak, kita memiliki kewajiban untuk menolong dan memantau perkembangan iman anak-anak yang kita layani. Ini merupakan tugas yang harus kita pertanggungjawabkan kepada Tuhan. Sampai saat ini, sejauh mana kita telah memperhatikan pentingnya hal ini bagi kehidupan anak-anak yang kita layani?

STATUS ROHANI SEORANG ANAK

Kita yang melayani anak di gereja atau yayasan gerejawi perlu memiliki keyakinan tentang status rohani seorang anak di hadapan Tuhan, berdasarkan firman Tuhan. Kita juga harus tahu perkembangan kerohaniannya. Kedua pokok ini berkaitan dengan masalah pertobatan dan kelahiran baru dalam hidup seorang anak.

Mungkinkah seorang anak bertobat? Perlukah hal itu? Jika hal itu memang memungkinkan dan diperlukan, kapan hal itu bisa terjadi?

Keyakinan tentang hal ini sangat mewarnai cara dan arah pelayanan kita. Namun, keyakinan ini tidak mudah diperoleh karena adanya perbedaan pandangan teologis, pandangan tentang penginjilan, dan pola pendidikan yang berhubungan dengan anak.

Ada suara dari abad yang lalu yang berkata, "Delapan belas abad yang lalu, ketika iman Kristen diajarkan, dihasilkan sangat sedikit keterangan mengenai pokok 'Anak di dalam gereja'. Pokok ini sebagian besar masih perlu disoroti oleh teologi."

Selama berabad-abad, ditemukan gereja yang berpandangan bahwa anak menikmati status "tidak dipengaruhi oleh dosa turunan" sebelum mereka tiba pada saat mereka harus bertanggung jawab kepada Allah. Tetapi, ada juga pandangan lainnya, seperti yang diyakini oleh George Whitefield, seorang penginjil di Amerika pada abad ke-17. Ia berpendapat bahwa anak dapat dibandingkan dengan "ular berbisa" dan "buaya" yang juga manis selama kecil.

Adanya anggapan yang berbeda-beda, antara lain seperti tersebut di atas, menantang kita yang terjun langsung dalam pelayanan rohani anak untuk secara serius menyelidiki dan memikirkan status dan kebutuhan rohani seorang anak.

Anak dalam Alkitab
Perjanjian Lama: Aman dalam "Covenant relationship".

Kita tidak menemukan suatu keragu-raguan atau persoalan mengenai status anak dalam keluarga atau dalam persekutuan agama orang Israel. Kepada Abraham diberikan tanda perjanjian, yaitu sunat. Setiap anak laki-laki yang baru lahir menerima tanda itu pada umur delapan hari. Tanda ini membawa dia masuk ke dalam persekutuan orang percaya dan ke dalam keluarga yang takut akan Allah. Status ini diperoleh asalkan anak itu lahir dari keturunan Yahudi. Dalam keluarga, anak itu dibesarkan, dididik, dan diajar, sampai ia berumur dua belas tahun. Pada umur itu, seorang anak laki-laki disebut "anak Hukum Taurat" dan sesudah itu orang tuanya dilepaskan dari tanggung jawab rohani terhadap anaknya.

Perjanjian Baru: Aman dalam kasih dan janji Tuhan Yesus.

Dalam menyelidiki empat Injil, kita berfokus pada ucapan Tuhan Yesus mengenai anak-anak dan sikap-Nya terhadap mereka. Kita dapat melihat dalam bagian-bagian Alkitab berikut ini: Markus 10:14, Markus 10:15, Matius 18:6, dan Matius 18:14. Hal yang menarik perhatian ialah, bahwa Tuhan Yesus menunjuk anak sebagai teladan bagi orang dewasa dalam hal menerima Kerajaan Allah. Tuhan Yesus tidak menantikan seorang anak menjadi matang terlebih dahulu dan menjadi dewasa secara umur sebelum ia dapat masuk ke Kerajaan Surga.

Perjanjian Baru: "Dahulu" dan "Sekarang" serta konsepsi pertumbuhan.

Surat-surat dalam Perjanjian Baru ditulis kepada orang dewasa. Hampir semua dari mereka merupakan orang Kristen generasi pertama. Dalam surat-surat itu, kita dapat memperhatikan pembagian yang jelas dan tegas antara hidup lama, yang sudah lenyap, dengan penyembahan-penyembahan berhala, kemerosotan moral, dan lain-lainnya, dan hidup baru yang dimulai pada suatu saat tertentu, yang harus berkembang dalam persekutuan orang-orang percaya.

Anak-anak hampir tidak disebut dalam surat-surat. Dalam Efesus 6:1-3 dan Kolose 3:20, anak dinasihati supaya taat dan menghormati orang tua sesuai dengan sepuluh hukum. Paulus juga memperingatkan orang tua, dalam hal ini ayah, agar mereka jangan membangkitkan amarah dalam hati anak, melainkan mendidik mereka dalam ajaran dan nasihat Tuhan (Efesus 6:4).

Sebagai orang Kristen generasi pertama, tidak ada di antara mereka yang dibesarkan dalam suasana keluarga Kristen. Karena itu, nasihat Paulus ini penting sekali. Dalam gereja mula-mula, orang dewasa bertobat -- mungkin juga ada anak yang bertobat bersama mereka -- kemudian orang tua membesarkan anak mereka dalam konteks keluarga Kristen.

Dalam 1 Korintus 7:13-14, ditambahkan hal lainnya yang juga penting. Anak dari pernikahan di mana hanya salah satu dari orang tuanya yang bertobat, disebut "kudus", artinya milik Tuhan. Mereka akan dibesarkan dalam suasana yang dikuduskan oleh kehadiran Tuhan dalam hidup salah satu orang tuanya yang percaya.

PANDANGAN INJILI: STATUS ROHANI DAN PERTOBATAN ANAK

Kematian Yesus Kristus di kayu salib membawa penebusan bagi seluruh umat manusia dan dapat diterima oleh semua orang, baik dewasa maupun anak. Semua manusia mewarisi kecenderungan pada dosa, akibat kejatuhan Adam dan Hawa, nenek moyang umat manusia. Status ini menyebabkan setiap orang, termasuk anak, telah berbuat dosa dan membutuhkan pembenaran di hadapan Allah. Pemberian anugerah ini diterima melalui percaya (Roma 3:23-26, 5:18).

Status Rohani Anak

Semua anak dalam semua ras dan bangsa, seperti anak pada zaman Tuhan Yesus, sangat dikasihi oleh Tuhan Yesus. Ia mau supaya mereka datang kepada-Nya dan sedini mungkin menerima berkat penuh, yaitu hidup dalam Kerajaan Allah (Markus 10:13-16).

Seorang anak yang dibesarkan dalam keluarga Kristen, di mana ayah atau ibu atau kedua orang tuanya percaya, disebutkan "kudus".

Seorang anak yang dibesarkan dalam lingkungan yang jauh dari Tuhan merupakan domba yang hilang. Anak itu harus dicari dan dibawa kembali ke "kandang" (Sekolah Minggu, Jemaat) oleh gembala-gembala yang setia, yang diutus oleh Allah untuk mencari yang terhilang.

Pertobatan dan Kelahiran Baru

Kita diperhadapkan pada rahasia besar sewaktu kita memikirkan pertobatan dan kelahiran baru. Kita berdiri pada tanah yang suci. Ada suatu saat dalam hidup setiap anak yang diajar dalam iman Kristen, di mana ia disadarkan oleh Roh Kudus akan kasih yang besar, yang dinyatakan dalam kematian Yesus Kristus di Golgota. Pada saat itu, ia dapat melangkah dengan iman, menerima anugerah keselamatan bila ada yang membimbingnya.

Kalau tidak ada, ada kemungkinan bahwa anak itu melangkah seorang diri dan baru kemudian menerima penjelasan tentang apa yang terjadi. Kesempatan seperti itu datang beberapa kali dalam hidup setiap manusia, termasuk anak. Ada kesaksian bahwa pertobatan seperti itu terjadi pada masa terbitnya kesadaran hati nurani (umur 3 -- 5 tahun). Akan tetapi, lebih banyak anak mengalami pertobatan pada masa perkembangan, di mana mereka mulai sangat peka terhadap Hukum Taurat dan dosa, yaitu ketika berumur 8 -- 12 tahun.

Jadi, yang dimaksud dengan pertobatan adalah berpalingnya seorang anak kepada Tuhan dengan menyesali dosa-dosanya. Kemudian, mengakuinya dengan jujur dan menerima Tuhan Yesus sebagai Juru Selamat secara pribadi. Pada saat itu, kelahiran baru terjadi. Melaluinya, anak mengalami hidup baru, tujuan baru, juga kuasa baru untuk bertumbuh sebagai orang Kristen.

Hal yang perlu diingat, seorang anak tetaplah seorang anak yang tumbuh dalam perkembangan yang wajar, sama seperti semua anak lainnya.

PENGINJILAN DAN PENDIDIKAN KRISTEN DALAM HIDUP ANAK


Keluarga adalah tempat yang paling efektif yang ditetapkan Allah untuk mendidik anak dalam iman. Dalam keluarga Kristen, seorang anak dapat belajar beriman sebagai suatu kebudayaan. Ini yang dimaksudkan dalam Kitab Ulangan 6:4-7 dan Efesus 5:22-6:4. Meski demikian, gereja sebagai tubuh Kristus juga bertanggung jawab untuk mengadakan program pengajaran (Sekolah Minggu) dan Penginjilan (Pekan Anak, Kebangunan Rohani, Kamp Anak). Boleh jadi, apa yang sudah ditanam dengan sabar dan tekun selama bertahun-tahun, tiba-tiba mulai menampakkan hasil. Anak bertobat dan masuk ke dalam hidup baru yang tahan uji di kemudian hari.

Pada dasarnya, pelayanan gereja memperkokoh apa yang diajarkan dalam rumah tangga Kristen. Pengajaran ini disampaikan dalam konteks "keluarga baru" seperti yang dibicarakan oleh Tuhan Yesus dalam Matius 12:45-50. Belajar dalam konteks itu juga penting sekali untuk anak dari keluarga non-Kristen yang belum mendapat bimbingan rohani di rumah.

Selain itu, gereja juga dapat merencanakan peristiwa khusus seperti Kamp Keluarga Kristen. Kamp itu dapat dibandingkan dengan perayaan orang Israel dalam zaman Perjanjian Lama, umpamanya, Pesta Pondok Daun. Pada perayaan seperti itu, firman Tuhan diajarkan dalam konteks hidup bersama-sama, besar dan kecil, sebagai keluarga orang yang percaya. Keadaan ini menolong keluarga-keluarga mempraktikkan hidup beriman yang nanti dapat diteruskan dalam rumah tangga masing-masing.

Kita dapat mengajar dan membimbing seorang anak langkah demi langkah sesuai dengan tingkat perkembangan yang ditetapkan oleh Pencipta mereka. Tetapi, kita juga harus menyadari bahwa setiap saat, seorang anak dapat dibawa kepada Penciptanya yang menantikan respons mereka. Pada saat itu, dapat terjadi suatu pertobatan yang mengakibatkan kelahiran baru. Peristiwa semacam ini sewaktu-waktu perlu direncanakan melalui pengadaan penginjilan.

Diambil dan disunting dari:
Judul buku: Pedoman Pelayanan Anak
Penulis: Ruth Laufer & Anni Dyck
Penerbit: Yayasan Persekutuan Pekabaran Injil Indonesia, Malang
Halaman: 59 -- 61 dan 63 -- 65

Perkembangan Iman Anak (II)

Mau tidak mau, menjadi pelayan anak berarti menjadi salah seorang penentu pembentukan iman anak-anak yang dilayaninya. Memang, pendidikan rohani terbanyak seharusnya dilakukan dalam keluarga. Namun, jika keluarga tidak dapat memenuhi kebutuhan rohani anak dalam hal perkembangan imannya, maka gereja, melalui para pelayan anak, harus mengemban tugas ini di pundaknya. Oleh karena itu, setiap pelayan anak harus terus-menerus memelihara hidup rohani mereka agar dapat menjadi alat Tuhan yang efektif dalam tumbuh kembang iman setiap anak layannya.

BELAJAR PERTUMBUHAN ROHANI MELALUI PERMAINAN

Mengajarkan pertumbuhan rohani kepada anak sangatlah penting. Anda dapat menggunakan permainan ini dalam kelas sekolah minggu, untuk mengajak anak belajar tentang pertumbuhan rohani dengan cara yang kreatif.

Persiapan:
  1. Carilah beberapa gambar makanan dan guntinglah sesuai pola gambar tersebut. Anda bisa mencari gambar wortel, apel, strawberry, labu, jagung, dll.. Setiap anak akan mendapatkan dua potong gambar. Selain itu, Anda masih harus menambah satu potong gambar lagi untuk masing-masing anak. Jadi, kalau di kelas Anda ada dua belas murid, itu berarti Anda harus menyiapkan 24 gambar, ditambah 12 lagi, sehingga menjadi 36 gambar.
  2. Beberapa ayat yang dicetak di kertas. Jumlah ayat harus sebanyak jumlah potongan gambar.
  3. Isolasi untuk menempelkan gambar dan ayat.
Pelaksanaan:

1. Setelah Anda memotong gambar-gambar makanan, tempelkanlah potongan kertas yang berisi ayat di belakang potongan gambar makanan tersebut. Berikut ini contoh-contoh ayat yang dapat Anda gunakan: Yakobus 1:22; Amsal 10:5; atau Filipi 4:13, dsb..

2. Tuliskan kata atau frasa yang berhubungan dengan kehidupan rohani di belakang potongan gambar yang telah Anda siapkan untuk anak-anak. Jika ada 12 anak, berarti Anda harus menyiapkan 24 hal yang harus ditulis di belakang gambar tersebut. Berikut ini contohnya.
  • Ayat Alkitab
  • Doa
  • Membantu orang lain
  • Berbagi
  • Pergi ke sekolah Minggu
  • Sekolah Alkitab
  • Ibadah di rumah
  • Menghadiri gereja
  • Membaca Alkitab
  • Memberi tahu orang lain tentang Yesus, Tuhan, dan Surga
  • Berbicara kepada Allah
  • Bersaksi
  • Memuji Tuhan
  • Mengasihi Tuhan
  • Dan, kata-kata lain yang dapat menolong anak bertumbuh secara rohani.
3. Kemudian, di belakang dua belas gambar yang Anda siapkan tersendiri, tuliskanlah hal-hal yang TIDAK DAPAT MENOLONG anak bertumbuh secara rohani. Contohnya berikut ini:
  • Berkata kotor
  • Menyebut nama Tuhan dengan sia-sia
  • Menceritakan kejelekan orang lain
  • Ingkar janji
  • Iri hati
  • Mencuri
  • Membantah orang tua atau guru
  • Menghina orang lain
  • Menyakiti perasaan orang lain
  • Berbohong, dsb..

4. Sembunyikan gambar-gambar tersebut di sekitar ruangan kelas. Jangan menyembunyikan gambar di tempat yang terlalu sulit, terutama jika murid-murid Anda masih anak-anak.

5. Setelah itu, mintalah anak-anak menyebar ke seluruh ruangan untuk mencari setiap bagian gambar makanan. Setiap anak harus mendapatkan minimal dua potong gambar. Setelah semua gambar sudah ditemukan, mintalah mereka berkumpul kembali.

6. Mintalah anak-anak untuk memberitahukan gambar makanan apa yang mereka dapatkan. Setelah itu, mintalah mereka untuk membaca ayat dan tulisan yang ada di belakang gambar tersebut. Tanyakan kepada setiap anak, jika mereka melakukan seperti yang ditulis itu, apakah dapat menolong pertumbuhan rohaninya?

7. Jika anak-anak menemukan gambar dengan kata-kata yang tidak dapat menolong pertumbuhan rohaninya, tanyakan pula mengapa hal itu dapat menghambat pertumbuhan rohani mereka?

8. Setelah semua anak selesai menjelaskan, tutuplah dengan suatu pengajaran dari salah satu ayat yang sudah Anda tuliskan di belakang sebuah gambar, atau ayat yang sudah Anda siapkan sendiri. Biarlah firman Tuhan menolong anak-anak untuk menyadari betapa pentingnya pertumbuhan rohani mereka sebagai orang percaya.



"Keberhasilan gereja bukan hanya membangun gereja yang megah lengkap dengan segala kegiatannya. Akan tetapi, keberhasilan gereja adalah bagaimana mencetak generasi yang takut akan Tuhan dan berpusat pada Tuhan, sehingga dapat menjadi garam dan terang bagi sekitarnya."

Perkembangan Iman Anak (III)

Hal penting dalam perkembangan iman anak adalah bagaimana mereka mengenal firman Tuhan dan menerapkannya dalam kehidupan mereka. Perkembangan iman anak harus dimulai sejak usia dini, bahkan sejak bayi.

Firman-Mu itu pelita bagi kakiku dan terang bagi jalanku. (Mazmur 119:105)

MENJANGKAU ANAK BATITA DENGAN FIRMAN TUHAN

Saat ini adalah waktu untuk Alkitab. Artinya, anak-anak saya duduk di sofa dengan selimut mereka dan siap untuk tidur siang. Saya membacakan cerita tentang Nuh. Ketika saya tiba pada bagian ketika Nuh memasukkan binatang ke bahteranya, saya berhenti dan bertanya, "Bagaimana rasanya ada di atas kapal dengan semua binatang itu?" Anak-anak saya mengangkat bahunya. Lalu, saya menarik selimut mereka dan meminta mereka untuk turun dari sofa sambil berkata, "Ayo, ambil semua boneka hewan yang kalian punya dan bawa kemari, kita akan cari tahu seperti apa rasanya!" Dengan ceria, mereka melakukan apa yang saya minta dan sesaat kemudian, sofa itu seperti sebuah kapal yang mengambang di ruang tamu dengan "makhluk" kecil dan besar di atasnya.

1. Mulai dengan Bermain

Batita suka bermain. Oleh karena itu, ketika Anda menggabungkan imajinasi dan kegembiraan ketika belajar Alkitab, itu akan membantu anak-anak mengembangkan keinginan untuk belajar. Pertama-tama, Anda bisa membeli Alkitab yang sesuai dengan usia mereka. Dimulai dengan versi batita dan maju ke arah anak-anak belajar Alkitab. Pastikan untuk menambah tingkat kesenangan dalam membaca Alkitab. Ini mungkin berarti menggunakan "aktor" untuk menghidupkan kembali kisah Daud dan Goliat. Saya selalu menikmati membaca tugas "baca di rumah" yang anak-anak dapat dari sekolah minggu. Kadang, saya mengubah beberapa kata ganti orang dengan nama anak-anak saya sendiri agar mereka tahu hubungan firman Tuhan dengan dirinya.

2. Belajar Ayat-Ayat dalam Alkitab

Banyak orang tua yang mungkin bertanya-tanya berapa banyak pemahaman anak yang terbentuk pada usia dini. Sebuah studi baru di Indiana University telah menemukan bahwa anak-anak dapat memahami kata-kata lebih cepat dari yang diduga sebelumnya. Saya mulai mengajarkan ayat hafalan kepada anak-anak saya di usia dini dengan menggunakan gerakan tubuh. Misalnya, ketika membaca "Pada mulanya Allah menciptakan langit ...," saya akan berdiri di atas kaki saya dan mengangkat tangan tinggi-tinggi. Untuk frasa, "... dan bumi," saya akan jongkok dan menyentuh lantai. Kemudian, ketika anak-anak saya bisa berbicara, saya akan mengulangi ayat, tetapi mengosongkan kata-kata kunci bagi mereka untuk mereka isi.

3. Melakukan Firman Tuhan

Mengajari anak untuk mencintai Alkitab melibatkan pula teladan Anda di luar rumah dengan anak-anak kecil. Anak-anak dan saya mengambil perjalanan setiap hari Kamis ke rumah para pensiunan. Di sana, kami membagikan bunga kepada mereka. Suatu hari, ketika ibu saya mengambil tanaman mekar untuk nenek di rumah sakit, di luar dugaannya, anak saya mulai mengambil beberapa tangkai bunga dan memberikannya kepada pasien yang lain di rumah sakit itu. Baginya, itu adalah sebuah kesempatan untuk menunjukkan kebaikan, seperti yang dilakukan orang Samaria yang baik hati dalam Alkitab.

4. Ide-Ide yang Lain
  • Selain berdoa dan membaca Alkitab, dampingi anak-anak sebelum tidur pada malam hari dengan menyanyikan lagu pujian kepada Allah.
  • Ketika bercerita, Anda bisa menggunakan pakaian seperti tokoh-tokoh Alkitab.
  • Mintalah anak-anak menceritakan hal-hal dalam Alkitab yang sudah mereka lakukan

JANGAN HALANGI ANAK ANDA UNTUK DATANG KEPADA ALLAH

Jangan halangi anak Anda untuk datang kepada Allah. Jadilah jendela bagi Allah dan bukan cermin bagi diri sendiri.

"Saya tidak akan pernah mengikut Kristus. Ayah saya adalah seorang pendeta yang telah berlaku kejam kepada saya dan saya menolak untuk menginjakkan kaki saya di gereja," putri seorang pengkhotbah membuka rahasia.

Anda dapat menjadi jembatan terbesar yang menuju kepada Allah bagi anak-anak Anda. Atau, Anda dapat menjadi penghalang terbesar bagi anak Anda untuk datang kepada Allah.

Ada orang tua yang melarang anak-anaknya yang berkelakuan buruk untuk ikut dalam persekutuan kaum muda di gereja. Betapa bodohnya mereka! Mengapa orang tua justru menjauhkan anaknya dari hadirat Allah ketika anaknya itu berkelakuan buruk? Kapan pun seorang anak berkelakuan buruk, ajaklah anak itu untuk menyembah dalam hadirat Tuhan bersama sebanyak mungkin teman mereka yang saleh.

Saya memastikan bahwa perkataan, sikap, dan tindakan saya tidak akan menyebabkan anak saya tersandung dalam perburuan mereka akan Allah. Saya rindu bahwa gairah saya yang menyala-nyala akan Allah akan menyalakan api dalam diri mereka bagi Dia.

Saya ingin mengakui dan menyingkirkan kesalahan serta dosa-dosa saya sehingga saya menjadi jalan kepada Allah Bapa bagi anak-anak saya, bukan jalan buntu bagi perburuan anak saya akan Allah.

Saya rindu menjadi lampu hijau, bukan lampu merah dalam perjalanan rohani anak saya. Kerinduan kita bagi anak kita perlu menjadi warisan dan peninggalan rohani yang penuh kuasa sehingga mereka melakukan perkara-perkara yang lebih besar dalam Kerajaan Allah dibandingkan yang pernah kita lakukan. Saya ingin ada lebih banyak tanda ajaib yang menyertai mereka dibandingkan yang pernah saya alami. Saya rindu pelayanan mereka kepada orang lain jauh melebihi apa yang pernah saya lakukan atau bayangkan.

Bila Anda menjadi penghalang bagi anak Anda untuk datang kepada Allah, rendahkanlah hati Anda seperti yang dilakukan Kristus. Janganlah menjadi penghalang supaya anak Anda didorong dan dibantu datang kepada Allah Bapa melalui kehidupan Anda.