Pelayanan Anak Kristen
"Kesatuan Hati, Tumbuh bersama didalam Kasih"
Jumat, 06 Februari 2015
Rabu, 16 Oktober 2013
Menjawab Pertanyaan Anak (III)
Respons kita, baik pelayan anak maupun orang tua, terhadap
pertanyaan anak menentukan perkembangan anak di tahap selanjutnya. Jika
kita merespons dengan tidak baik/mengabaikan/mengalihkan pertanyaannya,
anak-anak akan menjadi malas bertanya dan perkembangan kreativitasnya
akan berkurang. Lalu, bagaimana cara pelayan anak/orang tua dalam
merespons anak yang mempunyai banyak pertanyaan, bahkan untuk hal yang
sepele sekalipun?
CARA CERDIK MENJAWAB PERTANYAAN ANAK
Respons positif orang tua atas pertanyaan si kecil sangat membantu proses berpikir dan tingkat pemahamannya.
"Bu, mengapa burung bisa terbang? Kok pohon berbuah sih? Apa nama kendaraan beroda tiga itu?"
Si prasekolah terkadang membuat pusing dengan berbagai pertanyaannya yang tak kenal waktu. Kalau sudah kehabisan akal, tak jarang orang tua berujar, "Aduh, bawel amat sih!" Atau pertanyaannya yang dianggap sepele atau tak logis ditanggapi dengan jawaban asal-asalan. "Pohon berbuah? Ya ... memang dari sana sudah begitu. Sudah, ah, Papa mau membaca koran lagi!"
Tentu respons orang tua yang asal-asalan amat tidak disarankan. Tindakan yang paling bijak adalah dengan menanggapi apa pun pertanyaan anak, yang sepele sekalipun, secara positif. Respons yang baik akan membantu proses berpikir dan pemahaman si prasekolah kelak. Juga tak masalah jika ia ternyata masih belum puas dengan jawaban yang diberikan, lantas bertanya lagi, lagi, dan lagi. Orang tualah yang mesti siap menghadapi "gempuran" pertanyaan itu. Misalnya, dengan lebih rajin membaca buku agar wawasan dan pengetahuan kita makin bertambah.
Menunjukkan Minat
Mengapa di usia prasekolah anak sangat gemar bertanya? Ada beberapa alasan yang menyertainya, antara lain:
a. Menunjukkan minat.
Ragam pertanyaan anak dapat menunjukkan minatnya pada peristiwa atau pemandangan di sekitarnya. Contoh, si prasekolah bertanya, "Mengapa ayam yang tadinya satu bisa bertambah jadi tiga?" Atau "Ada berapa banyak mobil yang sedang parkir itu?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini merupakan pertanda anak memiliki minat di bidang matematika/logika.
b. Belum paham.
Keingintahuan yang belum terpenuhi akan membuat anak terus bertanya sampai ia mendapatkan titik terang. Kalau orang tua merasa sudah pernah menjawab, tetapi anak tetap melontarkan pertanyaan yang sama, jangan-jangan ia belum memahami penjelasan yang diberikan.
c. Cari perhatian.
Kalau si kecil selalu mengajukan pertanyaan yang sama, padahal orang tua juga sudah berkali-kali menjelaskan, bisa jadi ia sedang cari perhatian. Segera cari penyebabnya. Mungkin lantaran si kecil merasa diabaikan karena orang tua tidak menemaninya bermain, orang tua kelewat sibuk dengan pekerjaan, atau ia merasa dibedakan dengan kakak atau adiknya. Agar terus mendapat perhatian dari ayah dan ibunya, si kecil terus menanyakan hal yang sama. Cara ini pun kerap dipakai oleh anak-anak yang sebetulnya tidak kurang perhatian. Namun, ketika perhatian untuknya teralihkan, anak berusaha mendapatkannya kembali dengan berbagai cara, termasuk banyak bertanya. Oleh karena itu, lakukan kontak mata saat berkomunikasi agar anak merasa tetap diperhatikan dan dihargai.
Kiat Menjawab
Si kecil sebenarnya tak begitu membutuhkan jawaban panjang lebar, apalagi dengan bahasa yang kurang "membumi" karena masih terlalu abstrak di telinga anak. Agar si prasekolah bisa langsung paham jawaban Anda, berikut ini kiatnya.
Hindari penjelasan yang berbelit-belit karena yang dibutuhkan si kecil adalah jawaban dan penjelasan sederhana dengan bahasa yang sesuai kemampuan berpikirnya. Jika masih ragu-ragu dengan jawaban yang akan diberikan, jangan bersikap "sok tahu". Alih-alih mendapat jawaban yang tepat, anak justru menelan informasi yang ternyata salah. Singkat kata, orang tua harus jujur atau terus terang kalau tak bisa menjawab.
Ajak anak untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya yang sulit. Misalnya, dengan mengajak anak membuka ensiklopedia atau mencari orang yang kira-kira bisa menjawab pertanyaannya. "Yuk kita tanya kakek, mungkin beliau tahu." Atau, "Bagaimana kalau kita besok tanyakan kepada ibu guru? Siapa tahu ibu guru bisa jawab." Kelak si kecil juga belajar bahwa jika mendapati masalah, dia akan mencari orang yang bisa membantunya memecahkan masalah yang dihadapi atau membacanya dari berbagai buku/literatur.
Ajak anak belajar menganalisis hubungan sebab-akibat. Misalnya, ketika anak bertanya, "Ma, mengapa orang naik kuda? Mengapa enggak jalan kaki saja 'kan punya kaki." Cobalah memancing daya analisis si kecil dengan balik bertanya, "Coba menurut kamu lebih cepat mana orang sampai ke tujuannya, apakah naik kuda atau jalan kaki?" Upaya membalikkan pertanyaan juga merangsang anak untuk menemukan sendiri jawabannya. "Ayo, menurut Kakak mengapa orang naik kuda?".
Untuk menjawab pertanyaan "mengapa" sebaiknya orang tua jangan langsung menjawab. Biarkan dia berpikir mencari jawabannya. Maklumi jika jawabannya masih sangat sederhana karena memang kemampuan berpikirnya masih terbatas. Dalam hal ini, orang tua berperan menambahkan atau menjelaskan sesuatu lebih jelas lagi agar pengetahuan dan wawasan si kecil makin bertambah. Misalnya, "Mengapa burung bisa terbang? Karena punya sayap. Nah, burung-burung yang kamu lihat itu terbang untuk mencari makanan yang ada di pohon-pohon dan juga di tanah. Burung membuat sarangnya di pohon, lho."
Si Pendiam
Tak semua anak usia prasekolah banyak melontarkan pertanyaan. Beberapa di antaranya lebih memilih banyak diam. Kalau ditelusuri, ada beberapa hal yang melatarbelakangi perilaku seperti itu:
a. Pendiam
Anak tak suka bertanya karena memang ia tipe pendiam; tak terbiasa mengemukakan isi pikirannya dan apa saja yang diinginkannya. Mungkin juga karena kedua orang tuanya pendiam dan jarang mengajaknya berkomunikasi atau berdialog. Harap diingat, anak adalah peniru ulung. Jikalau orang tua tak banyak bicara, anak pun bisa setali tiga uang.
b. Kemampuan terbatas.
Dengan kata lain, perkembangan si kecil mengalami keterlambatan sehingga kemampuan bicaranya juga terlambat.
c. Dianggap sepele dan dimarahi.
Orang tua yang tak pernah memberikan kesempatan kepada si kecil untuk banyak bertanya dapat menyebabkan anak jadi lebih memilih diam. Misalnya, setiap pertanyaan anak tak pernah dijawab. Entah karena dianggap sepele atau pertanyaannya sulit dijawab. Misalnya, "Aduh, Papa lagi sibuk nih, tanya-tanya terus sih. Sana main di luar." Atau misalnya, si anak malah disuruh tanya pada ibunya. "Tanya saja sama ibu. Ayah masih kerja enggak boleh diganggu!"
Akibatnya, anak bingung tak punya tempat bertanya. Minatnya untuk bertanya pun pupus di tengah jalan. Dia beranggapan untuk apa bertanya bila malah dimarahi. Di sekolah pun, dia jadi jarang bertanya. Anak tumbuh menjadi pribadi yang pasif dan tak percaya diri. Kalau bertanya takut disalahkan atau khawatir ditertawakan. Dampak lebih jauh, kemampuan berpikir dan daya nalar si kecil jadi tak berkembang optimal. Sayang, bukan?
Pertanda Kritis, Cerdas, dan Kreatif
Konon, anak yang banyak bertanya menandakan kalau ia kritis, cerdas, dan kreatif. Memang hal itu tidak secara langsung berkaitan. Sebagai ilustrasi, anak yang kritis, cerdas, ataupun kreatif, umumnya mempertanyakan sesuatu yang butuh jawaban panjang lebar. Misalnya, pertanyaan yang dimulai dengan "mengapa". Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa indikator kritis, cerdas, ataupun kreatif, tak cuma dapat dinilai dari satu aspek itu saja. Ada berbagai hal lain yang patut dijadikan pertimbangan dalam mengategorikan seorang anak cerdas, kritis, atau kreatif. Yang pasti, setiap anak memiliki kecerdasan majemuk. Kecerdasan mana yang paling menonjol tentu masing-masing berbeda.
Untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Anak-anak berkebutuhan khusus, misalnya autis, ADHD, down syndrome, dan sebagainya terkadang juga menanyakan sesuatu. Namun, tidak mengarah pada pertanyaan yang bersifat sebab-akibat, tetapi lebih pada pertanyaan "apa" atau "di mana". Selain itu, anak berkebutuhan khusus sering mengulang pertanyaan yang sebenarnya sudah pernah dijawab. Ada kalanya anak-anak ini pasif atau tidak mengajukan pertanyaan apa pun. Untuk itu, orang tua dan terapis biasanya mendorong anak tersebut untuk bertanya. Misalnya, "Tumben diantar sama papa? Mama ke mana?" Kemudian, anak-anak ini juga dilatih untuk bisa menjawab tidak sekadar bertanya. Memang membutuhkan kesabaran yang lebih dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.
Diambil dan disunting dari:
Nama situs: LPT Cindo
Alamat URL: http://www.lptcindo.com/tips-psikologi/item/26-trik-cerdik-jawab-pertanyaan-anak.html
Judul asli artikel: Trik Cerdik Jawab Pertanyaan Anak
Penulis: Tidak dicantumkan
Respons positif orang tua atas pertanyaan si kecil sangat membantu proses berpikir dan tingkat pemahamannya.
"Bu, mengapa burung bisa terbang? Kok pohon berbuah sih? Apa nama kendaraan beroda tiga itu?"
Si prasekolah terkadang membuat pusing dengan berbagai pertanyaannya yang tak kenal waktu. Kalau sudah kehabisan akal, tak jarang orang tua berujar, "Aduh, bawel amat sih!" Atau pertanyaannya yang dianggap sepele atau tak logis ditanggapi dengan jawaban asal-asalan. "Pohon berbuah? Ya ... memang dari sana sudah begitu. Sudah, ah, Papa mau membaca koran lagi!"
Tentu respons orang tua yang asal-asalan amat tidak disarankan. Tindakan yang paling bijak adalah dengan menanggapi apa pun pertanyaan anak, yang sepele sekalipun, secara positif. Respons yang baik akan membantu proses berpikir dan pemahaman si prasekolah kelak. Juga tak masalah jika ia ternyata masih belum puas dengan jawaban yang diberikan, lantas bertanya lagi, lagi, dan lagi. Orang tualah yang mesti siap menghadapi "gempuran" pertanyaan itu. Misalnya, dengan lebih rajin membaca buku agar wawasan dan pengetahuan kita makin bertambah.
Menunjukkan Minat
Mengapa di usia prasekolah anak sangat gemar bertanya? Ada beberapa alasan yang menyertainya, antara lain:
a. Menunjukkan minat.
Ragam pertanyaan anak dapat menunjukkan minatnya pada peristiwa atau pemandangan di sekitarnya. Contoh, si prasekolah bertanya, "Mengapa ayam yang tadinya satu bisa bertambah jadi tiga?" Atau "Ada berapa banyak mobil yang sedang parkir itu?" Pertanyaan-pertanyaan seperti ini merupakan pertanda anak memiliki minat di bidang matematika/logika.
b. Belum paham.
Keingintahuan yang belum terpenuhi akan membuat anak terus bertanya sampai ia mendapatkan titik terang. Kalau orang tua merasa sudah pernah menjawab, tetapi anak tetap melontarkan pertanyaan yang sama, jangan-jangan ia belum memahami penjelasan yang diberikan.
c. Cari perhatian.
Kalau si kecil selalu mengajukan pertanyaan yang sama, padahal orang tua juga sudah berkali-kali menjelaskan, bisa jadi ia sedang cari perhatian. Segera cari penyebabnya. Mungkin lantaran si kecil merasa diabaikan karena orang tua tidak menemaninya bermain, orang tua kelewat sibuk dengan pekerjaan, atau ia merasa dibedakan dengan kakak atau adiknya. Agar terus mendapat perhatian dari ayah dan ibunya, si kecil terus menanyakan hal yang sama. Cara ini pun kerap dipakai oleh anak-anak yang sebetulnya tidak kurang perhatian. Namun, ketika perhatian untuknya teralihkan, anak berusaha mendapatkannya kembali dengan berbagai cara, termasuk banyak bertanya. Oleh karena itu, lakukan kontak mata saat berkomunikasi agar anak merasa tetap diperhatikan dan dihargai.
Kiat Menjawab
Si kecil sebenarnya tak begitu membutuhkan jawaban panjang lebar, apalagi dengan bahasa yang kurang "membumi" karena masih terlalu abstrak di telinga anak. Agar si prasekolah bisa langsung paham jawaban Anda, berikut ini kiatnya.
Hindari penjelasan yang berbelit-belit karena yang dibutuhkan si kecil adalah jawaban dan penjelasan sederhana dengan bahasa yang sesuai kemampuan berpikirnya. Jika masih ragu-ragu dengan jawaban yang akan diberikan, jangan bersikap "sok tahu". Alih-alih mendapat jawaban yang tepat, anak justru menelan informasi yang ternyata salah. Singkat kata, orang tua harus jujur atau terus terang kalau tak bisa menjawab.
Ajak anak untuk mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaannya yang sulit. Misalnya, dengan mengajak anak membuka ensiklopedia atau mencari orang yang kira-kira bisa menjawab pertanyaannya. "Yuk kita tanya kakek, mungkin beliau tahu." Atau, "Bagaimana kalau kita besok tanyakan kepada ibu guru? Siapa tahu ibu guru bisa jawab." Kelak si kecil juga belajar bahwa jika mendapati masalah, dia akan mencari orang yang bisa membantunya memecahkan masalah yang dihadapi atau membacanya dari berbagai buku/literatur.
Ajak anak belajar menganalisis hubungan sebab-akibat. Misalnya, ketika anak bertanya, "Ma, mengapa orang naik kuda? Mengapa enggak jalan kaki saja 'kan punya kaki." Cobalah memancing daya analisis si kecil dengan balik bertanya, "Coba menurut kamu lebih cepat mana orang sampai ke tujuannya, apakah naik kuda atau jalan kaki?" Upaya membalikkan pertanyaan juga merangsang anak untuk menemukan sendiri jawabannya. "Ayo, menurut Kakak mengapa orang naik kuda?".
Untuk menjawab pertanyaan "mengapa" sebaiknya orang tua jangan langsung menjawab. Biarkan dia berpikir mencari jawabannya. Maklumi jika jawabannya masih sangat sederhana karena memang kemampuan berpikirnya masih terbatas. Dalam hal ini, orang tua berperan menambahkan atau menjelaskan sesuatu lebih jelas lagi agar pengetahuan dan wawasan si kecil makin bertambah. Misalnya, "Mengapa burung bisa terbang? Karena punya sayap. Nah, burung-burung yang kamu lihat itu terbang untuk mencari makanan yang ada di pohon-pohon dan juga di tanah. Burung membuat sarangnya di pohon, lho."
Si Pendiam
Tak semua anak usia prasekolah banyak melontarkan pertanyaan. Beberapa di antaranya lebih memilih banyak diam. Kalau ditelusuri, ada beberapa hal yang melatarbelakangi perilaku seperti itu:
a. Pendiam
Anak tak suka bertanya karena memang ia tipe pendiam; tak terbiasa mengemukakan isi pikirannya dan apa saja yang diinginkannya. Mungkin juga karena kedua orang tuanya pendiam dan jarang mengajaknya berkomunikasi atau berdialog. Harap diingat, anak adalah peniru ulung. Jikalau orang tua tak banyak bicara, anak pun bisa setali tiga uang.
b. Kemampuan terbatas.
Dengan kata lain, perkembangan si kecil mengalami keterlambatan sehingga kemampuan bicaranya juga terlambat.
c. Dianggap sepele dan dimarahi.
Orang tua yang tak pernah memberikan kesempatan kepada si kecil untuk banyak bertanya dapat menyebabkan anak jadi lebih memilih diam. Misalnya, setiap pertanyaan anak tak pernah dijawab. Entah karena dianggap sepele atau pertanyaannya sulit dijawab. Misalnya, "Aduh, Papa lagi sibuk nih, tanya-tanya terus sih. Sana main di luar." Atau misalnya, si anak malah disuruh tanya pada ibunya. "Tanya saja sama ibu. Ayah masih kerja enggak boleh diganggu!"
Akibatnya, anak bingung tak punya tempat bertanya. Minatnya untuk bertanya pun pupus di tengah jalan. Dia beranggapan untuk apa bertanya bila malah dimarahi. Di sekolah pun, dia jadi jarang bertanya. Anak tumbuh menjadi pribadi yang pasif dan tak percaya diri. Kalau bertanya takut disalahkan atau khawatir ditertawakan. Dampak lebih jauh, kemampuan berpikir dan daya nalar si kecil jadi tak berkembang optimal. Sayang, bukan?
Pertanda Kritis, Cerdas, dan Kreatif
Konon, anak yang banyak bertanya menandakan kalau ia kritis, cerdas, dan kreatif. Memang hal itu tidak secara langsung berkaitan. Sebagai ilustrasi, anak yang kritis, cerdas, ataupun kreatif, umumnya mempertanyakan sesuatu yang butuh jawaban panjang lebar. Misalnya, pertanyaan yang dimulai dengan "mengapa". Akan tetapi, perlu diingat pula bahwa indikator kritis, cerdas, ataupun kreatif, tak cuma dapat dinilai dari satu aspek itu saja. Ada berbagai hal lain yang patut dijadikan pertimbangan dalam mengategorikan seorang anak cerdas, kritis, atau kreatif. Yang pasti, setiap anak memiliki kecerdasan majemuk. Kecerdasan mana yang paling menonjol tentu masing-masing berbeda.
Untuk Anak Berkebutuhan Khusus
Anak-anak berkebutuhan khusus, misalnya autis, ADHD, down syndrome, dan sebagainya terkadang juga menanyakan sesuatu. Namun, tidak mengarah pada pertanyaan yang bersifat sebab-akibat, tetapi lebih pada pertanyaan "apa" atau "di mana". Selain itu, anak berkebutuhan khusus sering mengulang pertanyaan yang sebenarnya sudah pernah dijawab. Ada kalanya anak-anak ini pasif atau tidak mengajukan pertanyaan apa pun. Untuk itu, orang tua dan terapis biasanya mendorong anak tersebut untuk bertanya. Misalnya, "Tumben diantar sama papa? Mama ke mana?" Kemudian, anak-anak ini juga dilatih untuk bisa menjawab tidak sekadar bertanya. Memang membutuhkan kesabaran yang lebih dalam menghadapi anak berkebutuhan khusus.
Diambil dan disunting dari:
Nama situs: LPT Cindo
Alamat URL: http://www.lptcindo.com/tips-psikologi/item/26-trik-cerdik-jawab-pertanyaan-anak.html
Judul asli artikel: Trik Cerdik Jawab Pertanyaan Anak
Penulis: Tidak dicantumkan
Langganan:
Postingan (Atom)